Jumat, 21 April 2017

Kategori Penari Indonesia

Biografi Farida Oetoyo

Farida Oetoyo

Farida Oetoyo (lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 Juli 1939; umur 72 tahun) adalah seorang maestro balet Indonesia.Setidaknya dua nomor balet berlabel Rama & Shinta dan "Gunung Agung Meletus" merupakan karya masterpiece koreografer Farida Oetoyo. Di samping kedua karya besar ini, masih ada karya lainnya yang bisa di catat sebagai karya handal monumental. Di antaranya balet "Carmina Burana", "Putih-Putih" dan "Daun Fulus". "Gunung Agung Meletus" dan "Rama & Shinta", mendapat sambutan hangat saat dipentaskan di Teater Terbuka dan Teater Arena Taman Ismail Marzuki tahun 70-an. Tak heran bila angin segar menerpa penggemar balet di Indonesia. Publik sangat antusias menonton sajian berkualitas. Lima ribu tempat duduk yang tersedia di Teater Terbuka padat penonton. Bahkan kalangan pers juga mempunyai andil besar. Menyambut dengan menurunkan berirta dan artikel-artikel menarik dimedia cetak mereka.Tidaklah berlebihan bila Farida Oetoyo, yang pernah menjadi primadona di panggung balet dunia disebut sebagai "Maestra Balet" Indonesia, mengingat ia pernah bergabung dengan "Teater Bolshoi" di Rusia dan berpentas di sejumlah negara Eropa serta Amerika. Bahkan hingga sekarang masih aktif mengajar balet di sekolah balet "Sumber Cipta" miliknya di Ciputat Jakarta Selatan.

Biografi Tati Saleh

Tati Saleh

Raden Siti Hatijah (lebih dikenal dengan nama Tati Saleh; lahir di Jakarta, 24 Juli 1944 – meninggal di Bandung, 9 Februari 2006 pada umur 61 tahun) adalah seorang penari jaipongan asal Indonesia.
Ayahnya, Abdullah Saleh, adalah seorang seniman yang juga berprofesi sebagai Kepala Kebudayaan Ciamis, sedangkan ibunya adalah pengajar seni tari dan tembang. Selain ayahnya, Tati Saleh mempelajari seni tari dari R. Enoch Atmadibrata, Ono Lesmana, serta tokoh tari Sunda, R. Cece Somantri.
Di Konservatori Karawitan (Kokar), ia dan beberapa rekannya menggubah beberapa Seni Ibing Jaipongan seperti Lindeuk Japati, Rineka Sari, Mega Sutra. Pada tahun 1960-an, ia juga, bersama Indrawati Lukman, Irawati Durban, Tien Sapartinah dan Bulantrisna Jelantik, dikenal sebagai penari istana.
Saleh meninggal dunia pada 9 Februari 2006 akibat komplikasi luka lambung, vertigo dan diabetes. Ia meninggalkan suaminya, Maman Sulaeman dan tiga orang anak.

Biografi Sardono Waluyu Kusumo

Sardono Waluyo Kusumo

Sardono Waluyo Kusumo (lahir di Solo, 6 Maret 1945; umur 66 tahun) adalah seorang penari, koreografer, dan sutradara film asal Indonesia. Ia adalah salah seorang tokoh tari kontemporer Indonesia.
Sardono pertama kali belajar menari tarian klasik Jawa 'alusan' pada R.T. Kusumo Kesowo (master tari kraton Surakarta). Pada tahun 1961, R.T. Kusumo Kesowo menciptakan sendratari kolosal Ramayana yang dipentaskan di Candi Prambanan. Tari kolosal ini melibatkan 250 penari dengan dua set orkestra gamelan. Sardono diserahi tugas untuk menarikan tokoh Hanoman - meskipun ia terlatih sebagai penari 'alusan' bukan 'gagahan'. Pada awalnya ia kecewa, namun tugas ini memberinya inspirasi untuk mengadaptasi gerakan Hanoman di tari Jawa dengan silat yang ia pelajari sejak umur 8 tahun setelah ia melihat komik Tarzan.
Pada tahun 1968 ia menjadi anggota termuda IKJ pada usia 23 tahun. Pada tahun 1970-an ia mendirikan Sardono Dance Theatre. Sardono pernah mendapatkan penghargaan Prince Claus Awards dari Kerajaan Belanda pada tahun 1997. Sejak 14 Januari 2004 ia adalah Guru Besar Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Macam macam tarian tradisional

1. Tari Saman (Aceh)

01 tari saman
Tari Saman biasa digunakan untuk peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Tari Saman juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

2. Tari Tor-Tor (Sumatera Utara)

02 tari tor tor
Tari Tor-Tor ditampilkan dalam acara-acara adat dan penyambutan sekaligus untuk menghormati Sang Pencipta dan para leluhur.

3. Tari Piring (Sumatera Barat)

Awalnya sebagai tarian adat untuk memberikan persembahan atau ucapan syukur pada para Dewa saat musim panen.

4. Tari Sekapur Sirih (Jambi)

04 tari sekapur sirih
Tarian ini digunakan untuk menyambut tamu dan ditarikan oleh wanita.

5. Tari Cokek (Banten)

05 tari cokek
Gerakan tari Cokek dipengaruhi unsur Cina dan biasa digunakan pengiring untuk pertunjukkan kesenian.

6. Tari Yapong (DKI Jakarta)

06 tari yapong
Gerakan tarian Yapong sangat bervariasi dan disesuaikan dengan acara. Tarian ini juga biasa digunakan sebagai tarian pengiring.

7. Tari Jaipong (Jawa Barat)

07 tari jaipong
Tari Jaipong selalu digunakan di tiap acara. Tarian ini menunjukkan keindahan dan kelembutan.

8. Tari Serimpi (Jawa Tengah)

08 tari serimpi
Tarian ini identik dengan gerakan pelan nan gemulai layaknya tarian klasik.

9. Tari Bedhaya (DI Yogyakarta)

09 tari bedhaya
Merupakan tarian kebesaran dan hanya ditampikan saat upacara peringatan kenaikan tahta raja.

10. Tari Reog Ponorogo (Jawa Timur)

10 tari reog ponorogo
Tarian ini berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat yang diperankan oleh sosok warok dan gemblak.

11. Tari Bali (Bali)

11 tari bali
Tari Bali tidak selalu bergantung pada alur cerita. Tujuan utama penari Bali adalah untuk menarikan tiap tahap gerakan dan rangkaian dengan ekspresi penuh. Kecantikan tari Bali tampak pada gerakan-gerakan yang abstrak dan indah.

12. Tari Maengket (Sulawesi Utara)

12 tari maengket
Tarian ini melambangkan ucapan syukur saat panen padi yang melimpah.

13. Tari Cakalele (Maluku)

13 tari cakalele
Merupakan sejenis tarian perang yang dilakoni para pria sedangkan penari wanita hanya sebagai penari pendukung.

14. Tari Musyoh (Papua)

14 tari musyoh
Merupkan tarian sakral untuk mengusir arwah orang yang meninggal.

15. Tari Suanggi (Papua Barat)

15 tari suanggi
Tarian ini mengisahkan seorang suami ditinggal mati istrinya yang menjadi korban angi-angi (jejadian).

Biografi Tjetje Sumantri

5. Tjetje Sumatri
       Tjetje yang lahir dengan nama Rd. Roesdi Somantri Diputra meniti kariernya  sebagai penari tayuban di pendopo kabupaten. Kemahiran ini dikuasai berkat ketekunannya mempelajari berbagai jenis tari dan bahkan pencak silat.
Masa jayanya mencapai puncak, ketika ia memimpin perkumpulan Rinenggasari (1958- 1965). Sampai tahun 1963, ia menyumbang sekitar 44 karya tari, walaupun sumbersumber penataan tari ciptaannya banyak bersumber dari guru tari lainnya. Penerima tanda penghargaan Piagam Wijya Kusumah (1961) itu mengabdikan diri pada seni tari Sunda sampai akhir hayatnya. Ia meninggal tahun 1963, ketika masih mengajarkan tari Patih
      Ronggana sebagai salah satu ciptaannya. Sebagian karya yang dihasilkan Tjetje
Sumantri adalah tari Koncaran, Anjasmara, Sulintang, Pamindo, tari Merak, tari Kukupu, tari Tenun, tari Dewi Serang, tari Kandagan, dan tari Topeng Koncaran.

Biografi Didik Nini Thowok

4. Didik Nini Thowok
       Didik Nini Thowok terlahir dengan nama Kwee Tjoen Lian. Namun, kemudian orangtuanya mengubah namanya menjadi Kwee Tjoen An. Ia lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 13 November 1954.
       Didik dikenal sebagai penari, koreografer, komedian, pemain pantomim, penyanyi, dan pengajar. Koreografi tari ciptaan Didik yang pertama dibuat pada pertengahan tahun 1971, diberi judul “Tari Persembahan”, yang merupakan gabungan gerak tari Bali dan Jawa. Didik tampil kali pertama sebagai penari wanita, berkebaya, dan bersanggul saat acara kelulusan SMA tahun 1972 membawakan tari Persembahan yang ditarikan dengan luwes dan memukau. Setelah menyandang gelar SST (Sarjana Seni Tari), Didik ditawari almamaternya, ASTI Yogyakarta untuk mengabdi sebagai staf pengajar. Selain diangkat menjadi
dosen di ASTI, ia juga diminta jadi pengajar Tata Rias di Akademi Kesejahteraan Keluarga (AKK) Yogya.